Management Abal-Abal

Ide dan niatan menulis tentang hal ini dari hasil perbincangan dengan teman yang bekerja pada salah satu PT (nama perusahaan tidak disebutkan). Tulisan saya ini bukanlah berdasarkan buku Management yang saya pelajari di bangku perkuliahan, tapi ini murni dari apa yang diamati dan dilihat pada kenyataan, jadi kalau ada yang melenceng dari buku yang pembaca pernah Anda baca,  dan menurut pembaca salah atau sok tahu dari tulisan ini, ya maaf. Yang saya akan ceritakan/bahas berikut adalah Sistem Managerial dan orang-orang yang terlibat didalamnya atau menurut hemat saya pengelolaan  pada perusahaan yang tidak saya sebutkan namanya ini. Silahkan di baca bagi yang berkenan baca, yang tak berkenan ya silahkan juga.
  Seingat saya pengertian dari manajemen dalam sebuah yaitu bekerjasama dengan orang-orang untuk menentukan dan mencapai tujuan suatu organisasi dengan melibatkan beberapa fungsi, yaitu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan pegawai, pelaksanaan, kepemimpinan, pengawasan dan evaluasi. Bila salah satu fungsi tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya maka mungkin saja perusahaan tersebut dalam berkegiatan akan “pincang”, entah itu disadari atau tidak oleh sang pengelola perusahaan. Dalam halnya perusahaan yang saya bahas disini, saya rasa cuma dua fungsi yang mereka laksanakan yaitu perencanaan dan pengorganisasian, saya katakan demikian karena tidak mungkin perusahaan ini ada bila tak ada perencanaan dari awalnya dan mereka yang mendirikan perusahaan ini tentunya sudah terorganisir.

Lanjut, untuk fungsi yang mereka tidak laksanakan dengan baik sebagai berikut :
* Penyusunan pegawai, istilah kerennya staffing, disini pegawai ditempatkan asal asalan, posisi pegawai yang cocok dengan keahlian atau bidang yang sesuai dengan keterampilan mereka hanya 25%, sedangkan sisanya di tempatkan bukan pada keahlian mereka. Sedikit banyak hal ini akan mengakibatkan pekerjaan yang mereka laksanakan akan terkendala. Produktifitas pegawai sebagai pelaksana akan berkurang karena hal ini. Semisal, lulusan psikologi di tempatkan pada posisi teknisi, bukankah itu tidak masuk akal. Dan saya rasa ada baiknya perusahaan mengadakan survey atau membuat kuisioner ke pegawai tentang pekerjaan mereka, semisal menanyakan apakah mereka suka dengan posisi atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya, bila pekerjaan dilakukan atas dasar suka atau senang dijamin karyawan akan happy melaksanakan tugasnya. Tentunya survey atau kuisioner ini juga didasarkan pada keterampilan mereka, semisal petugas pengolahan data yang punya latar pendidikan yang cocok dengan pekerjaan ini mengisi kuisioner ini mengaku suka dengan pekerjaan marketing hanya karena ingin lebih bebas. Dibutuhkan kelihaian pemimpin dalam menilai dan menempatkan posisi pegawainya.
* Pelaksanaan, dalam hal ini, bila staffing telah diadakan dengan baik maka untuk pelaksanaan saya rasa tidak akan ada masalah berarti yang dapat menghambat kinerja pegawai.
* Kepemimpinan ( leading ), yang saya lihat di perusahaan ini seorang manager tidak turun tangan secara langsung mengawasi pelakasanaan kerja. Ada seorang supervisor yang bertanggung jawab sebagai kepanjangan tangan dari manager. Seorang manager hanya sesekali melakukan pemantauan langsung kepada karyawan bawahannya, akan tetapi seorang SPV ( supervisor ) akan selalu memantau secara langsung pekerjaan karyawan kemudian melaporkan ke manager. Menurut pengamatan saya, SPV disini kurang tegas, kurang awas terhadap apa yang dilakukan bawahannya di kantor. Kembali lagi ke fungsi penyusunan pegawai (staffing ) yang tidak terlaksana.
* Pengawasan (controlling ), yang dilakukan oleh SPV disini sangat kurang, fungsi controlling yang seharusnya dilakukan tidak terlaksana dengan begitu baik, sehingga pelaporan  ke atasan atau manager menjadi kurang. Ada kesan cuek yang saya tangkap dari seorang SPV yang bertugas disini. Pertama, Absensi tidak begitu diperhatikan, sehingga karyawan tidak disiplin dalam kehadiran di kantor. SPV disini jam kerjanya cuma sampai hari jumat saja sedangkan operasional kantor ini berlangsung dari dari hari senin sampai dengan hari minggu, jadi untuk karyawan yang jam kerjanya masuk hari minggu, bisa seenaknya masuk atau tidak, karena tidak adanya pengawasan. Bisa dimaklumi karena penerapan jam kerja ini baru, untuk jadwal SPV belum disesuaikan. Kedua, SPV disini terlalu manut dengan apa yang dikatakan bawahannya, kurang inisiatif.
* Evaluasi, fungsi ini sebaiknya jangan disepelekan, di fungsi inilah manager mengetahui sejauh mana keberhasilan dari perencanaan dan kerja yang selama ini dilaksanakan. Kemudian fungsi evaluasi yang saya lihat di corporate ini sangat kurang. Menurut saya waktu sebulan cukuplah untuk memantau hasil kinerja dari sistem yang baru saja di terapkan, setahu saya sistem untuk penjadwalan kerja disini baru saja diubah sebelumnya cuma dari senin sampai dengan jumat, sekarang dilaksanakan dari senin sampai dengan minggu dengan pembagian shift kerja. Dari apa yang saya lihat penerapan jadwal baru disini kurang baik, untuk hal ini tidak saya jabarkan mengapa saya katakan kurang baik. Dan menurut saya pencapaian dari planning yang di rencakan sedari awal tidak tercapai.
    Kesimpulan dari uraian saya diatas, beberapa fungsi yang seharusnya dilaksanakan tidak terlaksana dengan baik. Untuk hasil yang dicapai, saya pikir mungkin juga kurang.
Perlu pembaca ingat dan ketahui, tulisan ini menurut kacamata penulis, jadi bila pembaca kurang setuju, ya maaf.

0 komentar:

Posting Komentar

 

afri Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger